Oleh : Cici Purwati
If you educate a woman, you educate a family. If you
educate a girl, you educate the future.”
_Queen Rania of Jordan_
Sejarah mencatat
bahwa perkembangan suatu negara
sangat bergantung pada seberapa besar
kontribusi wanita dalam bangsa
tersebut. Faktanya, wanita memiliki andil yang
begitu besar. Wanitalah yang menjadi
madrasah pertama dan aktor utama dalam membentuk
suatu bangsa—bahkan negara, lewat
pola pikir yang ia tanamkan pada generasi muda
dalam keluarganya. Oleh karena
itu, bagaimana suatu negara dapat
maju apabila wanitanya, sebagai madrasah
pertama, tidak memikirkan pendidikan
keluarganya. Seperti halnya, mereka yang
hanya fokus terhadap urusan yang bersifat
sekunder. Tidakkah sadar bahwa wanita sudah
dimuliakan sedemikian rupa dalam islam maupun di mata dunia?!
Tidak sedikit wanita yang
masih berpikiran bahwa ia adalah makhluk lemah yang hanya berurusan dengan alat-alat
rumah tangga, hanya berfungsi sebagai ibu rumah tangga dan tidak memiliki hak
lebih sehingga kepercayaan dirinya tidak tampak dan meredup. Padahal di era
ketika wanita
dimarginalkan perannya, nama RA. Kartini telah
muncul sebagai wanita yang lewat sosoknya
mempelopori kebebasan wanita dalam hal
pendidikan dan beraspirasi.
Meski Kartini telah sukses mengangkat peran
wanita di masyarakat, mereka tetap dituntut untuk memperhatikan kodratnya
sebagai wanita. Mereka hendaknya memperhatikan jenis pekerjaan apa yang cocok
dan kurang cocok baginya, seperti kuli bangunan, pengangkut barang, sopir
angkutan umum dan lain sebagainya yang membutuhkan tenaga fsik yang lebih.
Karena faktanya, jika dilihat dari sisi tenaga dan fisik, laki-laki jauh lebih
kuat darinya.
Penghargaan atas perjuangan wanita
Dunia telah memuliakan
wanita dengan menjadikan tanggal 8 Maret sebagai ‘Hari Perempuan Internasional’.
Dikutip dari situs resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis
(8/3/2018), peringatan soal Hari Perempuan Nasional pertama kali dilakukan pada
28 Februari 1909 di New York, Amerika Serikat. Agenda ini diinisiasi oleh
Partai Sosialis Amerika Serikat untuk memperingati setahun berlalunya
demonstrasi kaum perempuan setahun sebelumnya. Gerakan
tuntutan hak oleh kaum perempuan pada 1908 ini dilatarbelakangi oleh para
pekerja pabrik garmen. Mereka menuntut hak berpendapat dan berpolitik.
Pada tahun 1910, organisasi sosialis internasional berkumpul di Kopenhagen untuk menetapkan Hari Perempuan. Usul ini disepakati oleh 100 perempuan dari 17 negara. Namun belum ditetapkan soal tanggal berapa hari tersebut diperingati.
Bergulir ke tahun berikutnya, Hari Perempuan Internasional ditandai pada 19 Maret dan diperingati di Austria, Jerman, Swis, dan Denmark. Lebih dari 1 juta perempuan dan laki-laki ikut terlibat. Pada kurun waktu 1913-1914, Hari Perempuan Internasional dipakai sebagai gerakan penolakan Perang Dunia I. Di sejumlah negara Eropa, Hari Perempuan Internasional dipakai untuk memprotes perang dunia atau sebagai aksi solidaritas sesama wanita.
Pada tahun 1910, organisasi sosialis internasional berkumpul di Kopenhagen untuk menetapkan Hari Perempuan. Usul ini disepakati oleh 100 perempuan dari 17 negara. Namun belum ditetapkan soal tanggal berapa hari tersebut diperingati.
Bergulir ke tahun berikutnya, Hari Perempuan Internasional ditandai pada 19 Maret dan diperingati di Austria, Jerman, Swis, dan Denmark. Lebih dari 1 juta perempuan dan laki-laki ikut terlibat. Pada kurun waktu 1913-1914, Hari Perempuan Internasional dipakai sebagai gerakan penolakan Perang Dunia I. Di sejumlah negara Eropa, Hari Perempuan Internasional dipakai untuk memprotes perang dunia atau sebagai aksi solidaritas sesama wanita.
Pada tahun 1917, para perempuan
Rusia memprotes perang dengan gerakan bertajuk 'Roti dan Perdamaian' pada hari
Minggu terakhir di bulan Februari. Hari tersebut bertepatan dengan tanggal 8
Maret di kalender Masehi. 4 hari kemudian, Tsar Rusia memberikan hak untuk
memilih untuk
para perempuan. Hingga akhirnya pada tahun 1975, untuk pertama kalinya PBB
memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret. Sejak saat itulah pada
tanggal ini diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Peran kita sebagai wanita adalah menggunakan
hak sura kita sebijak mungkin dan seadil mungkin.
Peran Wanita dalam Pandangan Islam
Islam
tidak pernah melarang wanita untuk ikut serta
dalam membela islam. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Islam
tidak pernah mengekang wanita hingga
sekejam itu. Wanita bebas mengekspresikan peran dan kiprahnya—tentunya yang sesuai norma dan Syara'. Karena
pada prinsipnya, segala perintah dan larangan
Allah (taklif) ditunjukkan kepada laki-laki dan
perempuan. Taklif ini bersifat umum dan mutlak,
sampai ada nash
khusus lainnya yang
mengecualikannya secara jelas. Seperti perintah bagi
perempuan dan laki-laki dalam mengemban
tanggung jawab yang sangat besar dalam kehidupan
Islam, yaitu amanah amr ma'ruf nahi munkar :
وَٱلْمُؤْمِنُونَ
وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ
وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ
إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (التوبة : 71)
“Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari
yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya” (QS ; al-Taubah : 71)
Dari ayat
tersebut telah jelas bahwa peranan wanita
dan laki-laki dalam mengemban dakwah adalah
sama. Aplikasi dari ayat ini sebagaimana
tercatat dalam sejarah, kejayaan islam tidak
terlepas dari peranan seorang wanita di dadalamnya.
Islam telah mengabadikan nama-nama
wanita hebat nan tangguh dalam sejarah,
seperti Khadijah binti Khuwailid yang selalu
mendukung Rasul dalam berdakwah, selalu
menenangkan Rasul ketika dakwahnya tertolak dan
bahkan dihina. Walaupun tidak ikut perang fisik tapi Siti
Khodijah RA. Selalu mendukung
dengan kasih sayang, harta dan logistiknya.
Adapun wanita yang ikut
andil dalam menegakkan kalimat tauhid seperti Asma Dzaatu An-Niqotain
RA. yang rela melepaskan tali pinggangnya untuk mengikat perbekalan rasul pada
kudanya. Nusaibah binti Ka’ab RA.yang sangat tegar ketika melihat suami dan
anak-anaknya gugur mati syahid dalam perang uhud, serta keberaniannya untuk
menegakkan islam dan kalimat tauhid yang mendorongnya untukk ikut andil dalam
perang uhud. Sekarang yang harus direnungkan adalah, peran apa yang telah kita lakukan
sebagai wanita dalam menegakkan kalimat tauhid?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar