Oleh : Cici Purwati
“When you love you
should not say, God is in my heart”, but rather, “I am in the heart of God.”
—Khalil Gibran—
Menurut ensiklopedia bebas, Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara
menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk
memperoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan
zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam.
Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering
dihubungkan dengan Syiah, Sunni,
cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi.
Adapun pengertian kalimat tasawuf, bukanlah kalimat yang diwarisi atau
dinukil, ia juga bukan sebuah ilmu pengetahuan yang pasti, karena jika kita
menelusuri pengertiannya dari sisi bahasa, maka kita akan dapati bahwa definisi
tasawuf itu berbeda-beda, begitu juga dengan tokoh sufi yang masyhur pada zaman
tersebut. Begitupun dengan sejarah munculnya ajaran tasawuf, sebagian agama
lain ada yang beranggapan bahwa tasawuf bukanlah ajaran islam, karena adanya
persamaan istilah-istilah tasawuf dengan ajaran agama mereka, hulul misalnya.
Hulul dalam istilah tasawuf islam adalah suatu kondisi ketika terwujudnya
hubungan yang seerat-eratnya antara manusia dan Allah Swt. dengan segala
ketenangan rohani ketika beribadah atau berdzikir, sedangkan hulul dalam ajaran
Budha dan Hindu adalah kepercayaan bahwa manusia akan berhenti lahir semula (Reinkarnasi)
pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila
mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan. Sebagaimana
kita ketahui bahwa ajaran Budha lebih dulu muncul dari pada islam, dan mereka
mengkalim bahwa tasawuf adalah sebuah ajaran dari ajaran mereka.
Pada faktanya, ajaran tasawuf dalam islam sangatlah berbeda dengan ajaran
agama yang lain. Sejarah telah mencatat bahwa tasawuf sudah ada sejak zaman
Rasulullah, walaupun tasawuf itu sendiri belum diberi nama tasawuf. Rasul
sangat sering melakukan uzlah untuk mencari hakihat hidup dan sering
bertahannuts di gua Hira hingga ia mendapatkan wahyu yang pertama dari Allah
Swt. begitupun di Zaman para sahabat kita dapati Umar ibn Khattab yang selalu
berpakaian sederhana dan menjauhi segala kenikmatan duniawi. dan dari tabi’i tabi’in seperti Hasan
al-Bashri, Rabitul Adawiyah, Imam Junaid, Rabiatul Adawiyah dan masih banyak
lagi tokoh-tokoh islam yang mendalami ilmu tasawuf.
Untuk sampai kepada tingkatan tertinggi dalam tasawuf; yaitu mahabah (mahabah
adalah kecintaan kepada Allah melebihi dari apapun, hingga apa yang di lihat
dan ia dengar adalah hanya Asma-Nya) seorang muslim haruslah dulu melwati muqāwamāt dan ahwāl. Adapun muqāwamāt adalah suatu posisi ruhiyyah yang dilewati
seorang hamba, dan ia bisa berlangsung lama berada dalam keadaan tersebut. Sebagian
orang ada yang berada dalam satu maqam dalam jangka yang pendek, ada
juga yang melewatinya dalam jangka yang panjang. Adapun maqam pertama
adalah taubat, di atas taubat ada wara’ dan seorang hamba harus berjuang
untuk menaiki muqāwamāt hingga ia berhasil
mencapai tingkatan tertinggi yaitu mahabah dan ridha. Seseorang tidak akan
sampai kepada tingkatan selanjutnya apabila ia belum memenuhi syarat
hukum-hukum maqam tersebut (sumber :
Diraasat fii al-ilmi at-Tashawuf, muqorror Ushuluddin tingkat 1 semester 2,
tahun 2017). kita ambil permisalan; seorang muslim yang ingin mencari tahu
hakikat cinta kepada tuhannya, langkah pertama yang harus ia lakukan adalah
taubat, dan di tingkatan pertama ini hal yang harus ia lakukan adalah beriman
kepada Allah dan bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Setelah terpenuhi
syarat tersebut, barulah ia bisa naik kepada maqam wara’ dan begitu
seterusnya.
Untuk mencapai hakikat cinta, memang butuh perjuangan, ia harus dicari dan
bukan diberi. Apakah ketika telah mengucapkan syahadat dan mengikrarkan bahwa
kita telah beriman lantas kita tidak akan diuji? Sesungguhnya Allah akan
mengguji setiap hambanya yang beriman dan yang mengaku cinta terhadap-Nya.
Allah Swt. Telah berfirman dalam al-Quran al-Karim :
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا
يُفْتَنُونَ
“Apakah
manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “kami telah beriman”,
sedang mereka tidak diujii lagi?” (Al-Ankabut [29] : 2)
Dari ayat tersebut jelas, bahwa Allah pasti akan
menguji setiap hambanya yang beriman untuk membuktikan sejauh mana kecintaannya
terhadap-Nya dan Rasul-Nya, maka setiap ia menaiki satu tingkatan, pastilah
ujiannya pun akan semakin berat sesuai dengan maqam yang sedang ia
lalui.
Adapun ahwaal adalah segala sesuatu yang dilewati oleh seorang
pencari hakikat cinta, ia berupa sifat yang berubah-ubah, seperti takut,
berharap, sedih, ketenangan, dan kerinduan atau segala ragam rasa yang
terbentuk dari pemujaan seorang pencari hakikat cinta tuhannya. Dan ia bukan
berasal dari latihan ataupun hasil ijtihad, tapi ia adalah sebuah rasa yang
bergejolak yang bisa dirasakan oleh orang itu sendiri dalam waktu tertentu. Dan
sifatnya tidak bertahan lama, seperti hulul (terwujudnya hubungan yang
seerat-eratnya antara manusia dan Allah Swt. dengan segala ketenangan hati dan rohani
yang dapat dirasakan), fana (seorang sufi yang sudah tenggelam dalam
lautan tauhid dan tenggelam dalam kecintaan kepada tuhannya hingga ia merasa
bahwa segala sesuatu yang ia lihat hanya ada wujud Allah saja)
Dr. Muhammad Sa’id Ramdhan Al-Buthi telah menuliskan dalam kitabnya yang
berjudul ‘Al-Islam Malaadzu Al-Mujtama’at Al-Insāniyyah :
“Dari yang telah kita ketahui bersama bahwasannya esesnsi manusia adalah
gambaran dari darah dan daging, ia adalah jasad yang terdiri dari akal dan hati,
dan dengan keduanya terwujudlah seorang manusia.”
Adapun akal, ia adalah alat untuk mengetahui sesuatu secara sadar, sedangkan
hati terbagi menjadi tiga bagian pokok (dari sisi macam-macam faktor yang
merangsangnya dan pengaruhnya).
1. Hati yang termotivasi, ia adalah hati yang dipengaruhi oleh motivasi dan
cinta.
2. Hati yang terkekang, ia adalah hati yang dipengaruhi oleh ancaman dan
ketakutan.
3. Hati yang mulia yaitu hati yang dipengaruhi oleh sifat-sifat yang indah,
dan mulia.
Dan dari fakta yang ada, segala sesuatu yang berasal dari manusia dan
segala tingkah lakunya adalah dorongan dari keduanya (akal dan hati). Peranan akal
pada hakikatnya adalah untuk menerangi jalan manusia dalam menjalani
kehidupannya dan melihat sesuatu yang hak; sedangkan hati lebih cenderung
kepada menentukan tingkah laku manusia.
Adapun dalam menentukan apakah ia telah berhasil melewati satu maqam
atau tidak, dalam ilmu tasawuf ada sebuah tarekat (cara atau aturan hidup atau
jalan menuju mahabah), dan di setiap tarekat ini ada sebuah aturan-aturan
tertentu yang berbeda-beda yang dibuat oleh seorang syekh untuk mempermudah
para murid dalam melewati tingkatan maqam tersebut. Dan di dalam ilmu
tasawuf pun dibahas apa saja syarat-syarat untuk menjadi seorang syekh dan
syarat seorang murid.
Jadi, jika ingin bertasawuf alangkah baiknya bagi seorang pencari hakikat
mahabah untuk mencari syekh yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
bagi seorang syekh, dan tarekat yang sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri,
karena setiap tarekat memiliki tingkatan maqam yang berbeda-beda. Akan
tetapi semua tarekat sama; urutan maqam yang pertama adalah taubat. Hendaknya
juga untuk mengikuti syarat-syarat untuk menjadi seorang murid agar sampai
kepada derajat mahabah, dan tidak melenceng kepada aliran-aliran yang
menyesatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar