Kamis, 07 Februari 2019

Tasawuf Adalah Tangga Untuk Sampai Kepada Keimanan


Oleh : Cici Purwati

When you love you should not say, God is in my heart”, but rather, “I am in the heart of God.
—Khalil Gibran—

Menurut ensiklopedia bebas, Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi.
Adapun pengertian kalimat tasawuf, bukanlah kalimat yang diwarisi atau dinukil, ia juga bukan sebuah ilmu pengetahuan yang pasti, karena jika kita menelusuri pengertiannya dari sisi bahasa, maka kita akan dapati bahwa definisi tasawuf itu berbeda-beda, begitu juga dengan tokoh sufi yang masyhur pada zaman tersebut. Begitupun dengan sejarah munculnya ajaran tasawuf, sebagian agama lain ada yang beranggapan bahwa tasawuf bukanlah ajaran islam, karena adanya persamaan istilah-istilah tasawuf dengan ajaran agama mereka, hulul misalnya. Hulul dalam istilah tasawuf islam adalah suatu kondisi ketika terwujudnya hubungan yang seerat-eratnya antara manusia dan Allah Swt. dengan segala ketenangan rohani ketika beribadah atau berdzikir, sedangkan hulul dalam ajaran Budha dan Hindu adalah kepercayaan bahwa manusia akan berhenti lahir semula (Reinkarnasi) pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan. Sebagaimana kita ketahui bahwa ajaran Budha lebih dulu muncul dari pada islam, dan mereka mengkalim bahwa tasawuf adalah sebuah ajaran dari ajaran mereka.
Pada faktanya, ajaran tasawuf dalam islam sangatlah berbeda dengan ajaran agama yang lain. Sejarah telah mencatat bahwa tasawuf sudah ada sejak zaman Rasulullah, walaupun tasawuf itu sendiri belum diberi nama tasawuf. Rasul sangat sering melakukan uzlah untuk mencari hakihat hidup dan sering bertahannuts di gua Hira hingga ia mendapatkan wahyu yang pertama dari Allah Swt. begitupun di Zaman para sahabat kita dapati Umar ibn Khattab yang selalu berpakaian sederhana dan menjauhi segala kenikmatan duniawi.  dan dari tabi’i tabi’in seperti Hasan al-Bashri, Rabitul Adawiyah, Imam Junaid, Rabiatul Adawiyah dan masih banyak lagi tokoh-tokoh islam yang mendalami ilmu tasawuf.
Untuk sampai kepada tingkatan tertinggi dalam tasawuf; yaitu mahabah (mahabah adalah kecintaan kepada Allah melebihi dari apapun, hingga apa yang di lihat dan ia dengar adalah hanya Asma-Nya) seorang muslim haruslah dulu melwati muqāwamāt dan ahwāl. Adapun muqāwamāt adalah suatu posisi ruhiyyah yang dilewati seorang hamba, dan ia bisa berlangsung lama berada dalam keadaan tersebut. Sebagian orang ada yang berada dalam satu maqam dalam jangka yang pendek, ada juga yang melewatinya dalam jangka yang panjang. Adapun maqam pertama adalah taubat, di atas taubat ada wara’ dan seorang hamba harus berjuang untuk menaiki muqāwamāt hingga ia berhasil mencapai tingkatan tertinggi yaitu mahabah dan ridha. Seseorang tidak akan sampai kepada tingkatan selanjutnya apabila ia belum memenuhi syarat hukum-hukum maqam tersebut (sumber : Diraasat fii al-ilmi at-Tashawuf, muqorror Ushuluddin tingkat 1 semester 2, tahun 2017). kita ambil permisalan; seorang muslim yang ingin mencari tahu hakikat cinta kepada tuhannya, langkah pertama yang harus ia lakukan adalah taubat, dan di tingkatan pertama ini hal yang harus ia lakukan adalah beriman kepada Allah dan bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Setelah terpenuhi syarat tersebut, barulah ia bisa naik kepada maqam wara’ dan begitu seterusnya.
Untuk mencapai hakikat cinta, memang butuh perjuangan, ia harus dicari dan bukan diberi. Apakah ketika telah mengucapkan syahadat dan mengikrarkan bahwa kita telah beriman lantas kita tidak akan diuji? Sesungguhnya Allah akan mengguji setiap hambanya yang beriman dan yang mengaku cinta terhadap-Nya. Allah Swt. Telah berfirman dalam al-Quran al-Karim :

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
 Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diujii lagi?” (Al-Ankabut [29] : 2)
Dari ayat tersebut jelas, bahwa Allah pasti akan menguji setiap hambanya yang beriman untuk membuktikan sejauh mana kecintaannya terhadap-Nya dan Rasul-Nya, maka setiap ia menaiki satu tingkatan, pastilah ujiannya pun akan semakin berat sesuai dengan maqam yang sedang ia lalui.
Adapun ahwaal adalah segala sesuatu yang dilewati oleh seorang pencari hakikat cinta, ia berupa sifat yang berubah-ubah, seperti takut, berharap, sedih, ketenangan, dan kerinduan atau segala ragam rasa yang terbentuk dari pemujaan seorang pencari hakikat cinta tuhannya. Dan ia bukan berasal dari latihan ataupun hasil ijtihad, tapi ia adalah sebuah rasa yang bergejolak yang bisa dirasakan oleh orang itu sendiri dalam waktu tertentu. Dan sifatnya tidak bertahan lama, seperti hulul (terwujudnya hubungan yang seerat-eratnya antara manusia dan Allah Swt. dengan segala ketenangan hati dan rohani yang dapat dirasakan), fana (seorang sufi yang sudah tenggelam dalam lautan tauhid dan tenggelam dalam kecintaan kepada tuhannya hingga ia merasa bahwa segala sesuatu yang ia lihat hanya ada wujud Allah saja)
Dr. Muhammad Sa’id Ramdhan Al-Buthi telah menuliskan dalam kitabnya yang berjudul ‘Al-Islam Malaadzu Al-Mujtama’at Al-Insāniyyah :
“Dari yang telah kita ketahui bersama bahwasannya esesnsi manusia adalah gambaran dari darah dan daging, ia adalah jasad yang terdiri dari akal dan hati, dan dengan keduanya terwujudlah seorang manusia.”
Adapun akal, ia adalah alat untuk mengetahui sesuatu secara sadar, sedangkan hati terbagi menjadi tiga bagian pokok (dari sisi macam-macam faktor yang merangsangnya dan pengaruhnya).
1. Hati yang termotivasi, ia adalah hati yang dipengaruhi oleh motivasi dan cinta.
2. Hati yang terkekang, ia adalah hati yang dipengaruhi oleh ancaman dan ketakutan.
3. Hati yang mulia yaitu hati yang dipengaruhi oleh sifat-sifat yang indah, dan mulia.
Dan dari fakta yang ada, segala sesuatu yang berasal dari manusia dan segala tingkah lakunya adalah dorongan dari keduanya (akal dan hati). Peranan akal pada hakikatnya adalah untuk menerangi jalan manusia dalam menjalani kehidupannya dan melihat sesuatu yang hak; sedangkan hati lebih cenderung kepada menentukan tingkah laku manusia.
Adapun dalam menentukan apakah ia telah berhasil melewati satu maqam atau tidak, dalam ilmu tasawuf ada sebuah tarekat (cara atau aturan hidup atau jalan menuju mahabah), dan di setiap tarekat ini ada sebuah aturan-aturan tertentu yang berbeda-beda yang dibuat oleh seorang syekh untuk mempermudah para murid dalam melewati tingkatan maqam tersebut. Dan di dalam ilmu tasawuf pun dibahas apa saja syarat-syarat untuk menjadi seorang syekh dan syarat seorang murid.
Jadi, jika ingin bertasawuf alangkah baiknya bagi seorang pencari hakikat mahabah untuk mencari syekh yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan bagi seorang syekh, dan tarekat yang sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri, karena setiap tarekat memiliki tingkatan maqam yang berbeda-beda. Akan tetapi semua tarekat sama; urutan maqam yang pertama adalah taubat. Hendaknya juga untuk mengikuti syarat-syarat untuk menjadi seorang murid agar sampai kepada derajat mahabah, dan tidak melenceng kepada aliran-aliran yang menyesatkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design